Kata pengantar :
Dalam
berbagai karangan mengenai Ekonomi Islam atau Sistem Ekonomi Islam, alternatif
Islam selalu ditempatkan ditengah-tengah, antara kapitalisme dan sosialisme.
Pembahasan mengenai pemikiran Islam di bidang ekonomi selalu didahului dengan
kritik terhadap kedua sistem itu. Ada kesan bahwa konsep Islam memadukan
unsur-unsur yang baik dari kedua sistem itu seraya, tentu saja, menolak yang
dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal, pada kenyataannya, lebih
sering yang terambil adalah justru unsur-unsur yang jelek dari keduannya.
Terbukti, memang bahwa kedua sistem ini telah menimbulkan dampak-dampak
negatif. Sekarang, keduannya telah mengalami disintegrasi.
I.
Pendahuluan
Dalam berbagai karangan mengenai Ekonomi Islam atau
Sistem Ekonomi Islam selalu ditempatkan sebagai alternatif di tengah-tengah
diantara kapitalisme dan sosialisme. Terlebih lagi Syafruddin pernah mengatakan
bahwa Islam merupakan kompromi antara kapitalisme dan komunisme. Pembahasan
mengenai pemikiran Islam di bidang ekonomi selalu didahului dengan kritik
terhadap kedua sistem itu.
Kesan
yang timbul dari paragraf di atas adalah bahwa konsep Islam memadukan
unsur-unsur yang baik dari kedua sistem itu dan tentu saja menolak yang
dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Sikap serupa juga tampak pada
negara-negara Dunia Ketiga yang menolak kedua sistem yang ada. Perbedaannya
adalah bahwa yang pertama memadukan antara teori dan pemikiran, sedangkan yang
kedua mengambil unsur-unsur yang baik dari kedua sistem tersebut dalam praktek.
Terhadap sikap negara-negara Dunia Ketiga tersebut, ahli ekonomi Pakistan,
Mahbub ul-Haq berkomentar bahwa dalam kenyataannya sering yang terambil adalah
justru unsur-unsur yang jelek dari kedua sistem tersebut.
Walaupun
demikian, harus diakui bahwa banyak pemimpin dan pemikir di dunia, termasuk
yang berada di Dunia Pertama (kapitalis) dan Dunia Kedua (sosialis) tetap tidak
bisa menerima prinsip-prinsip yang dicanamkan oleh kedua teori itu. Mereka
berusaha mencari alternatif lain, sebagian berusaha melakukan reformasi. Dalam
sistem kapitalis, reformasi pernah dilakukan dengan mengoreksi sistem pasar
atau menghilangkan dampak-dampak negatif dari mekanisme pasar. Reformasi yang
lain ialah dengan memasukan unsur-unsur gagasan sosialisme hingga kini yang
dikenal dengan sistem welfare state atau mixed-economy (sistem
ekonomi campuran). Tapi sebagian pemikir di Dunia Pertama ada pula yang ingin
bertahan dan mengatakan bahwa sistem yang tebaik adalah kapitalisme, dan mereka
menghendaki pemurnian kapitalisme dari unsur-unsur sosialisme yang merusak
menurut mereka.
Di Dunia
Kedua, sosialisme yang murni ternyata tidak sepenuhnya dapat dijalankan. Sebagian
besar sistem produksi memang telah tersosialisasikan, baik dalam bentuk
perusahaan negara atau satuan produksi kolektif, masing-masing disebut sektor
negara dan sektor sosial. Tapi sektor swasta yang berwujud kegiatan usaha
perseorangan yang disebut “sektor informal” tidak bisa dicegah. Pada tingkat
global, negara-negara sosialis itu pun tidak bisa menghindarkan diri dari pasar
international. Termasuk Rusia dan RCC, tidak bisa menghindarkan diri dari
pengitegrasian sistem kapitalisme dunia.
Dari
analisis diatas, maka secara garis besar, dunia pemikiran ekonomi dan
pembangunan yang konvensional dewasa ini dipandang dari sudut aliran ideologi,
dapat dibagi menjadi tiga: kapitalisme, sosialisme, dan aliran ekonomi
campuran.
Interpretasi
terhadap situasi ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda. Ada yang melihat
bahwa suatu kecenderungan berlangsung. Dua aliran pemikiran dan sistem yang
berhadapan secara ekstrem dewasa ini dilihat sebagai saling mendekati.
Kapitalisme murni sudah tidak ada lagi dalam kenyataan, demikian pula pada
sosialisme murni. Keduanya telah melakukan kompromi yang menghasilkan suatu
sintesis. Dalam ruang lingkup makro, keduanya digambarkan seperti bandul jam,
bergoyang ke kiri secara ekstrim, kemudian ke kanan secara ekstrem, tapi
akhirnya berhenti di tengah-tengah.
Sekarang
kita tidak bisa berbicara mengenai suatu sistem kapitalis maupun sosialis yang
utuh. Demikian pula halnya ekonomi campuran yang utuh. Kritik terhadap ekonomi
kapitalis menimbulkan ekonomi sosialis dan kemudian sistem ekonomi campuran
atau welfare state. Namun kemudian timbul kritik dari semuanya. Krisis
yang terjadi dewasa ini dilihat sebagai dihasilkan dari kedua sistem itu
bersama-sama. Dalam kajian sejarah filsafat, kedua sistem itu dihasilkan dari
satu nilai yang sama, secara umum disebut sebagai sistem Filsafat Barat yang
antara lain berintikan filsafat naturalisme, matrealisme, dan saintisme serta
berkembang dari kawasan yang sama, yaitu Eropa Barat.
II. Deklarasi Makkah
A. Gagasan Konsep Ekonomi Islam.
Awal mula adanya gagasan mengenai konsep ekonomi Islam sebenarnya baru
muncul secara international pada sekitar belahan kedua dasawarsa 70-an, ketika
untuk pertama kali diselenggarakan Konverensi Internatioanl tentang Ekonomi
Islam di Makkah, pada tahun 1976. Sudah tentu ini berarti bahwa konsep ekonomi
Islam tersebut belum pernah dibahas sebelumnya. Pembahasan secara modern
tentang ekonomi Islam yang bersifat filosofis sudah ada sejak permulaan
dasawarsa 50-an dan meningkat pada dasawrsa selanjutnya mengenai sistem
ekonomi, pembangunan ekonomi yang sifatnya emoiris. Pada dasawarsa 70-an,
tulisan-tulisan serupa terus berkembang, baru sekitar belahan kedua dasawarsa
itu, mulai muncul teori-toeri ekonomi yang memakai model-model ekonometri,
setelah munculnya sarjana-sarjana ekonomi angkatan baru, terutama lulusan
universitas-universitas Amerika.
Di Indonesia sendiri, perhatian terhadap perkembangan teori ekonomi Islam
pada saat itu boleh dikatakan tidak ada, kecuali pada beberapa pribadi yang
yang berfikir secara terpisah, seperti pada peminat serius seperti Dr. A.M.
Saefuddin, Dr. Halide, dan Dr. Murasa Sarkanipura. Sebelumnya Syafruddin
prawiranegara, seorang teknokrat terkemuka yang sejak tahun 1967 hingga akhir
1958 menduduki jabatan tinggi dibidang ekonomi dalam pemerintahan RI, pada
1967, pernah menjelaskan pandangannya mengenai “apa yang dimaksud dengan Sistem
Ekonomi Islam” dalam kesempatan lahirnya HUSAMI (Himpunan Usahawan Muslim
Indonesia), pandangannya itu merupakan sebuah kelanjutan dari apa yang
dituliskannya pada 1951 yang berjudul “Motif atau Prinsip Ekonomi Diukur Menurut
Hukum Islam” (yang saat itu dimuat di dalam majalah Suara Partai Masyumi,1951).
Tulisan-tulisan itu sebenarnya belum menjelaskan “sistem”, melainkan
moral-moral ekonomi menurut pandangan Islam.
Dalam karangannya mengenai Ekonomi Islam, Syafruddin mengemukakan berbagai
ketentuan syari’ah dan akhlak
yang seharusnya membentuk motif ekonomi. Larangan-larangan seperti
terhadap penipuan, ketamakan, atau keserakahan, pemborosan, penimbunan,
pengurangan timbangan atau takaran, pencurian atau korupsi, pembuatan dan
perdagangan barang-barang haram, serta berbagai perilaku yang istilahnya
universal tapi bentuknya bisa berbagi rupa menurut tempat dan waktu, merupakan
nilai-nilai yang membentuk perilaku ekonomi menurut Islam. Disamping larangan,
tentu ada pula hukum dan tuntunan yang sifatnya menyuruh atau menganjurkan ke
arah yang lebih baik,seperti hemat, jujur, saling membantu dan berbagai
perbuatan baik lainnya. Perilaku itulah yang dijadikan asumsi-asumsi dalam
pembentukan model-model ekonomi oleh para teoritis di zaman itu.
Di indonesia, berbeda dengan di Malaysia, tidak memeri lampu hijau untuk
mengembangkan model Bank Islam., dengan alsan yang mudah dimengerti, yaitu agar
bisa menarik modal untuk pembangunannya dengan harga uang yang lebih murah.
Tapi pemerintahh Indonesia tidak pernah sedikitpun memberikan simpatinya
terhadap pengembangan teori Ekonomi Islam. Di dalam negri. Pemerintah memberi
kesempatan untuk mengembangkanlembaga amil zakat, infaq dan shadaqoh (ZIS).
Tapi lepas dari motif pendukung-pendukungnya yang ikhlas, tetap bisa dilihat
kepentingan pemerintah yang pragmatis dalam upaya menghimpun dana untuk
pembangunan, walau terbatas pada sektor-sektor tertentu, yaitu sektor
pembangunan.
B. Tatanan Ekonomi International Baru: Perspektif Deklarasi Makkah
Deklarasi Makkah, yang dilahirkan dalam
Konvrensi Tingkat Tinggi Islam III, yang diadakan di kota Makkah al-Mukarramah
pada 19-22 Rabiulawal 1401 H. / 25-28
Januari 1981 M., memperlihatkan pandangan resmi kaum muslimin di seluruh dunia
terhadap keadaan dan tatanan hubungan antarbangsa dewasa ini, berdasarkan
pengalamanya di masa lampau. Meskipun deklarasi itu meruoakan reaksi terhadap
sejarah di masa lampau dan keadaan di lingkungannya sendiri yang selalu mendi
korban ketidakadilan dan agresi, namun ia juga mencerminkan keadaan obyektif
dan persoalan-persoalan dasar yang meliputi umat manusia di waktu itu.
Ada tiga penilaian pokok yang dapat dipetik
dari Deklarasi Makkah itu terhadap keadaan dunia dewasa ini. Pertama, umat
Islam merasa sedih bahwa kemajuan yang dicapai umat manusia di bidang ilmu dan
teknologi ternyata masih dikacaukan pleh ketidakinsyafan, dan mengandung
kemiskinan ruhaniah, moral dan akhlak. Ini antara lain, dicerminkan olehmasih
adanya segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada prasangka kesukuan,
warna kulit, agama, atau jenis kelamin. Kedua, erat hubungannya dengan
diatas, konvrensi melihat bahwa hubungan antar bangsa dewasa ini diatur oleh
oleh segala bentuk tekanan, termasuk didalamnya kekuatan senjata, eksploitasi,
dominasi, ketidakadilan, kolonialisme, dan neokolonialisme. Ketiga, mengenai keadaan ekonomi dan
politik dewasa ini, konvrensi melihat masih berlangsungnya bermacam-macam
krisis dan orde politik internasioanl yang merupakan sumber bahaya
ketidakstabilan.
Penilaian Deklarasi Makkah yang dinilai
sebagai momentum permulaan dari semua yang terkandung dalam gelombang gerakan
Islam itu, mencerminkan pernyataan tentang “kepercaan semua kaum muslimin
tentang dasar-dasar abadi kemerdekaan, kemuliaan diri, persaudaraan, toleransi,
kasih sayang, dan perjuangan mereka sendiri yang terus-menerus melawan
ketidakadilan dan agresi”. Disatu pihak deklarasi itu memandang kedalam, kepada
dirinya sendiri, untuk menggalang semangat persaudaraan Islam, guna
mengembalikan persatuan di semua tingkatan, dan bekerja untuk kemakmuran,
kemaujan, serta memperoleh kembali kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dunia
dan kemajuan peradaban manusia. Di lain pihak, deklarasi itu menengok kepada
bangsa-bangsa lain dan seluruh umat manusia, yaitu dalam kesepakatan dengan
lain-lain bangsa, berjuang untuk menciptakan persamaan, kesamaan dan kemakmuran
buat seluruh umat manusia.
Salah satu kesimpulan pokok yang dapat ditarik
dari Deklarasi Makkah itu adalah terbentuknya pandangan yang semakin menyeluruh
terhadap berbagai permasalahan di dunia. Ini memperlihatkan kemajuan pemikiran
dibandingkan dengan gagasan-gagasan yang muncul dalam KTT Islam II di Lahore
(Pakistan) pada 1973, apalagi KTT Islam I di Maroko pada 1969 yang lebih
tertuju pada persoalan umat Islam itu sendiri; khususnya dalam mengghadapi
zionisme, KTT Islam di Lahore memperlihatkan memperlihatkan makin meluasnya
wawasan Dunia Islam dalam situasi global. Antara lain, nampak pada antisipasi
terhadap situais ekonomi internasional yang sedang dilanda krisis, yaitu krisis
moneter, krisis pangan, dan memuncak pada krisis energi pada 1973. Dunia Islam
pada waktu itu mengalami kerugian besar dari tatanan ekonomi dunia, khususnya
dalam sistem perdagangan yang sangat menguntungkan negri-negri industri dan
merugikan negri-negri penghasil bahan mentah yng umumnya adalah negaranegara
Muslim. Krisis moneter yang sesungguhnya terjadi pada negara-negara industri
itu, yang pada akhirnya juga menimpa negar-negara Dunia Ketiga, sedangkan
krisis pangan, yang akibatnya disanggah oleh Dunia Ketiga, sebenarnya juga
berakar pada sejarah kolonial yang membentuk perekonomian negara-negara jajahan
yang berorientasi pada sektor ekspor barang-barang mentahh kepada begara-negara
industri. Kekurangan pangan yang dialami oleh dunia ketiga itu, kenudian
dijadikan senjata diplomasi yang amat ampuh, yaitu minyak sumber energi inilah
yang memberikan kekuatan kepada OPEC sebagai sokoguru dunia ketiga. Menurut
Samir Amin (tokoh pemikir Dunia Ketiga dari Senegal), dunia pada waktu itu
bekkum menyadari bahwa krisis yang menimpa tatanan ekonomi internasional telah
mulai berlangsung, walaupun dunia barat telah mengalami krisis dolar yang cukup
parah. Sebelum tahun 1973, ketika berlangsung KTT Islam II di Lahore. Dunia
barat belum memperthatikan terhadap pembagian kerja internasional yang datang
dari daerah pinggiran (periphery). Boyot minyak dari dunia Islam
menimbulkan krisis energi itulah yang menyatakan kepada dunia tentang perlunya
disusun tata ekonomi internasional yang baru, tentulah bukan kebetulan, bahwa
yang mengambil inisiatif terhadap jalannya sidang istimewa PBB VI pada 1974
adalah presiden al-Jazair, Houri Boumedienne, yang kemudian melahirkan
“Deklarasi Pembangunan Tata Ekonomi Internasional Baru” yang sebelumnya sedah
diserukan juga dalam KTT Islam II pada 1973.
Konsekuensi penilaian pandangan tersebut
diatas adalah bahwa dalam melihat persoalan tata ekonomi internasional baru
(TEIB) umpamanya, sorotan dari berbagai sudut pandang diperlukan. Ini
memerllukan pengamatan tajam terhadap berbagai gejala dunia yang saling
bersangkutan. Dengan pengamatan empiris itu, berbagai makna yang di kemukakan
dalam deklarasi dapat diungkapkan hakikatnya misalnya tentang istilah-istilah
“dominasi”, “eksploitasi”, atau “neokolonialisme” yang secara tegas di tentang
dalam deklarasi itu.
Keadaan dunia dewasa ini ditandai pula dengan
ciri dominasi oleh negara-negara maju tertentu. Sekelompok negara berpenduduk
30% dari penduduk dunia, kini menguasai 90% pendapatan dunia, cadangan moneter
dan produksi baja, serta 95% produksi ilmu pengetahuan dan teknologi dunia.
Kelompok itu juga memproduksi 60 % dari hasil pertanian dunia dan mengkonsumsi
60% dari pangan dunia setara gandum dan 40 % energi diet.
Dari analisis diatas maka kita dapat menarik
kesimpulan bahwa TEIB perlu dilihat secara kritis. Untuk melihatnya dari
kacamata Islam, diperluka suatu pengkajian orientasi kepada sendi-sendi dasar
ajaran Islam. Dalam hubungan antar negara Islam menghendaki diciptakannya ta’aruf,
yaitu hubungan yang salin memahami dan saling menopang. Dalam pengertian Islam
kata “pembangunan” tak bisa dipisahkan dari “perdamaian”. Cara yang dianjurkan
oleh Islam dalam pembangunan adalah ta’awun, yang di Indonesia diartikan
dengan kata “gotong royong”. Perjuangan TEIB harus dilihat dari perspektif ini. Salah satu bagian dari
Deklarasi Makkah tentang “Membangun Dunia Baru yang Adil dan Damai”, bebunyi
sebagai berikut:
“kami mengimbau semua negara dan bangsa di
dunia untuk membangun dunia baru, dengan keikhlasan dan berdasarkan konsensus,
sehingga keamanan dapat merata, konflik dan peperangan dapat dihindarkan. Kami
mengimbau setiap negara, agar perselisihan dapat diselesaikan dengan cara
damai, segala hubungan dibina dengan cara membangun agar kemampuan manusia
dicurahkan kepada pelayanan yang baik kepada kemanusiaan, sebagai ganti dari
perlombaan senjata dan alat perang untuk membunuh dan menghanurkan. Hendaklah
semua itu berakhir, dibina diatas persamaan dan persaudaraan, berbuat ihsan dan
kasih sayang”.
Berdasarkan perspektif Deklarasi Makkah,
nyatalah sudah bahwa perjuangan TEIB ternyata tidak bisa dipisahkan dari
masalah menegakan perdamaian. Sebab, ternyata tata ekonomi dunia yang ada
sekarang dibentengi dengan sistem perang (war-system) dan sistem kekerasan
struktural (structural violence) yang harus dilenyapkan apabila kita ingin
menegakkan sistem ekonomi dunia yang berdasarkan prinsip kesatuan antara
“pembangunan” dan “perdamaian” sebagai terjemahan dari proses Islamisasi.
III. Kesimpulan
Sistem ekonomi Islam merupakan sebuah alternatif. Akhir-akhir ini Sistem
Ekonomi Islam mulai banyak dibicarakan. Berbagai ahli dan peminat muai banyak mengajukan
pemikiran mereka. Namun sebagaian nampaknya masih menyangsikan apakah Konsep Sistem
Ekonomi Islam bisa disusun sebagai suatu sistem yang khas (distinct concept).
Dan jika memandang bunga dan riba, riba merupakan suatu katagori agama, dan
bunga dalam pengertia pasar merupakan sebuah upah dalam katagori ekonomi. Dalam
Indonesia riba diartikan sebagai bunga. Yang sudah jelas riba diharamkan, dan
riba itu sudah ada didalam darah-daging sistem konvensional.
1 komentar:
How to login into the casino in 2021
Here is how to wooricasinos.info do this: Step 1. Go to the website. · Click on the “Login” link on goyangfc the right-hand https://vannienailor4166blog.blogspot.com/ side. casinosites.one · Click on the “Login” button to enter a live chat number. · worrione Enter the
Posting Komentar